9/06/2009

BAROKAH DALAM BERDAGANG

Seseorang yang dalam memenuhi kebutuhan hidup-nya dengan cara berdagang tentu yang terpikir didalam benaknya adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang besar tanpa berpikir baik buruknya.Mereka meme-gang prinsip yang kuat bahwa untuk mendapatkan barang sebanyak-banyaknya dengan penge-luaran yang sekecil-kecilnya.Dari prinsip ini muncullah upaya menda-patkan keuntungan yang besar dengan cara apapun tanpa memandang cara tersebut merugikan orang lain atau tidak, yang terpenting adalah keuntungan besar bisa ditangan. Begitulah fenomena yang kita lihat dalam kehi-dupan sehari-hari.

Sungguh Islam adalah agama yang luhur menga-jarkan agar manusia tidak saling menzalimi termasuk dalam berdagang. Islam memerintahkan untuk berlaku jujur dengan mengatakan apa adanya terhadap barang yang dijual, dan keuntungan besar bukanlah prioritas utama tetapi yang terpenting adalah barokahnya. Keju-juran yang diperintahkan dalam Islam, adalah dalam masalah takaran atau timbangan maupun ukuran. Karena ketidakjujuran dalam berdagang bisa menyebabkan murka Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, seperti dalam firman-Nya :

Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesung-guhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)."

Dan Syuaib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu meru-gikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman.Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu."(QS.Huud(11):84-86)

Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud ayat ini adalah jangan lagi kalian mengerjakan perbuatan kalian itu (mengurangi takaran dan timbangan) dan jangan pula melanjutkannya, karena jika kalian tetap mengerjakannya, niscaya Alloh Ta'ala akan mencabut harta kekayaan yang ada pada kalian dan mengambil kembali semua yang ada pada kalian sehingga kalian menjadi benar-benar miskin. Dan tidak cukup hanya sebatas itu, tetapi lebih dari itu kalian akan ditimpa azab akhirat yang sangat pedih, sehingga kalian benar-benar termasuk orang-orang yang merugi di dunia dan akhirat.

Sedangkan yang dimaksud firman Alloh Ta’ala, "Sisa keuntungan dari Alloh adalah lebih baik bagi kalian," Ibnu Abbas dan Hasan Basri mengatakan : " artinya, Rezki Alloh adalah lebih baik bagi kalian daripada mengambil harta milik orang lain." Sedangkan Ibnu Jarir dari ibnu Abbas mengatakan," Keuntungan yang kalian peroleh setelah memenuhi takaran dan timbangan adalah lebih baik bagi kalian daripada mengambil harta milik orang lain."

Demikan pula yang dikatakan dan dikisahkan oleh Hasan Basri, yang demikian itu serupa dengan firman Alloh Ta'ala :
"Katakanlah, tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu" ( QS Al Maidah (5): 100)

Maksudnya harta sedikit yang halal adalah lebih baik bagi kita daripada harta yang banyak tetapi haram, karena harta yang halal itu mengandung banyak barokah meskipun jumlahnya sedikit. Sedangkan harta yang haram sama sekali tidak barokah meskipun berjumlah banyak. Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda : "Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar (hak memilih) selama mereka belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (barang yang diperjual belikan), mereka akan mendapat barokah dalam jual beli mereka. Dan jika mereka berbohong dan merahasiakan (apa yang seharus-nya diterangkan),maka barokahnya akan dihapus-kan."(HR.Muslim)

Maksud dari hadist tersebut adalah bahwa keuntungan yang halal itu barokah meskipun jumlahnya sedikit,sedangkan keuntungan yang haram itu tidak berbarokah meskipun berjumlah banyak. Oleh karena itu Nabi Syu'aib ‘Alaihi Wasalam berkata : "Sisa keuntungan dari Alloh adalah lebih baik bagi kalian jika kalian orang-orang yang beriman." (Qs. Huud (11):86)

Suatu usaha yang hanya mengejar keuntungan semata tanpa memperdulikan halal dan haram pada hakekatnya adalah membuka pintu kehancuran bagi dirinya.Karena apa yang dia usahakan tidak lain hanya berbuah neraka. Ali Radiyallohu 'anhu berkata :
"Orang kaya didalamnya diuji. Pada yang halal di dalamnya terdapat perhitungan (hisab) Dan pada yang haram didalamnya terdapat neraka"

Dari keterangan diatas dapat diambil pelajaran bahwa mengharap barokah Alloh adalah lebih utama daripada mengejar keuntungan besar yang akan membawa binasa dunia dan akhiratnya.Dalam usaha mencari rezki alangkah baiknya apabila berhati-hati seperti yang dilakukan para Shahabat atau Tabiin.Janganlah setiap peluang usaha diambil hanya dengan pertimbangan keuntungan tanpa memperhatikan halal dan haram. Hindarilah pinjaman Bank-bank konvensional yang menggunakan system bunga yang jelas haram.Sesungguh-nya memakan makanan yang bersumber dari yang haram ibarat memakan daging babi yang jelas haramnya, lebih baik makan sekerat tempe dari pada makan daging babi sepiring.

Dikisahkan bahwa sudah menjadi kebiasaan Imam Abu Hanifah menitipkan kain-kain kepada Hafsh bin Abdurrohman untuk dijual ke sebagian kota-kota di Iraq. Suatu kali menitipkan dagangan yang banyak kepada Hafsh sambil memberitahukan bahwa pada barang ini dan itu ada cacatnya.Beliau berkata;”Jika anda bermaksud menjualnya,maka beritahukanlah cacat barang kepada yang hendak membelinya”. Akhirnya Hafsh berhasil menjual seluruh barang, namun ia lupa memberitahukan cacat barang-barang tertentu tersebut.Dia telah berusaha mengingat-ngingat orang yang telah membeli barang yang ada cacatnya tersebut, namun hasilnya nihil. Tatkala Abu Hanifah mengetahui duduk perkaranya, juga tidak me-mungkinkan diketahui siapa yang telah membeli barang yang ada cacatnya tersebut, beliau merasa tidak tenang hingga akhirnya beliau sedekahkan seluruh penjualan barang yang dibawa Hafsh.

Dengan meneladani kisah diatas dan kisah yang lain dari para shahabat serta tabiin insya Alloh kita akan terhindar dari mengejar keuntungan sesaat dan memakan makanan yang haram. Sesungguhnya menanggung keru-gian dunia tidaklah mengapa daripada menanggung rugi akhirat yang akan berbuah neraka.Semoga Alloh menghin-darkan dan melepaskan kita dari perbuatan aniaya memakan dari hasil riba dan menzalimi sesama dengan cara mengambil haknya.Wallohu’alam bi showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar